JAKARTA, suaramerdeka-wawasan.com – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum terhadap terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo.
Mantan Kadiv Propam Polri itu, yang oleh jaksa penuntut umum dituntut hukuman seumur hidup, ternyata divonis mati oleh majelis hakim.
Vonis ini lebih berat apabila dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Selasa, 17 Januari 2023.
Baca Juga: Menembak Karena Perintah Ferdy Sambo, Bharada E Meminta Maaf Pada Keluarga Brigadir J
Sebelumnya, tim jaksa penuntut umum menuntut terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo, dengan tuntutan pidana penjara seumur hidup dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun seperti dikutip Antara, Hakim menyatakan bahwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, hakim juga menilai Ferdy Sambo terbukti melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11/2008 tentang ITE jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana mati," ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jakarta, Senin, 13 Februari 2023.
Dalam memaparkan pertimbangan, Wahyu mengatakan, bahwa majelis hakim tidak memperoleh keyakinan yang cukup bahwa Yosua telah melakukan pelecehan seksual atau perkosaan atau bahkan perbuatan yang lebih dari itu kepada Putri Candrawathi.
Selain itu, Wahyu juga mengatakan, bahwa unsur perencanaan pembunuhan Brigadir J telah terbukti.
Dalam menyusun putusan tersebut, hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.
Baca Juga: Dinilai Berbelit-belit dan Tidak Menyesal, Putri Candrawathi Dituntut 8 Tahun Penjara
Hal-hal yang memberatkan, salah satunya, Ferdy Sambo tidak sepantasnya melakukan perbuatan tersebut dalam kedudukan sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi Polri.
“Perbuatan terdakwa telah menyebabkan banyak anggota Polri lainnya turut terlibat,” kata Wahyu.