Baca Juga: 10 Petinju Pelajar Wakili Jateng ke PraPOPNas, Diharapkan Lolos Maksimal ke POPNas
Ia juga mengatakan, soal pendampingan hukum merupakan hak yang dimiliki oleh tersangka, sehingga diserahkan kepada tersangka untuk meminta pendampingan hukum dari negara.
Arief menjelaskan, Disdikbud Batang juga sudah membuka posko pengaduan bagi para korban pencabulan bersama Polres Batang di SMP tersebut.
''Namun posko pengaduan tidak secara terbuka, karena menyangkut nama baik perkembangan psikologi anak. Kita lakukan dengan hati-hati agar pascaperistiwa ini para siswa bisa melanjutkan pendidikan dengan baik tanpa trauma,'' terangnya.
Baca Juga: Bupati Pekalongan Fadia Arafiq Merasa Geregetan, Hadiah Kejuaraan Bulutangkis Cuma Rp50 Ribu
Tidak hanya itu saja, menurut Arief, Pemkab Batang juga melakukan trauma healing, tidak hanya untuk korban tapi juga untuk para siswa dan siswi secara umum.
''Jadi kita tidak terbatas kepada para korban tapi kami akan melakukan secara umum agar bisa menjamin perkembangan psikologis anak agar lebih baik,'' ungkapnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Batang, AKP Yorisa Prabowo mangatakan, bahwa dari pengakuan tersangka telah melakukan tindakan asusila lebih dari 30 siswi.
Baca Juga: PSSI Pastikan Turnamen Piala Indonesia Batal Digelar, Terkait Sponsor dan Padatnya Jadwal
Yorisa mengatakan, predator anak bernama Agus Mulyadi (33), warga Kabupaten Kendal itu merupakan guru agama di sekolah tersebut, yang juga sebagai pembina OSIS.
Ia menjelaskan, modus pelaku mencabuli siswi melalui kegiatan OSIS, dengan alasan melakukan tes kejujuran, kemudian pelaku melakukan pelecehan ke alat vital para korban.
''Ada beberapa yang dilecehkan. Ada beberapa juga yang disetubuhi. Saat ini masih kami dalami, kami kembangkan. Kejadian kurun waktu sekitar Juni sampai Agustus yang kami ketahui,'' tuturnya.
Baca Juga: Baru Pasar Hewan Jelok di Boyolali yang Dibuka Pemkab, Statusnya Uji Coba
Yorisa menyebutkan, barang bukti yang sudah diamankan antara lain, pakaian, baju dalam korban, serta TKP juga sudah diberikan police line.
Atas perbuatannya, pelaku terancam dijerat dengan Pasal 81, Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman pidana 15 tahun penjara.***